Sumenep, Jatim|suaranasionalnews.co.id – Proyek peningkatan jalan rabat beton di Desa Pamolokan, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, kembali memantik sorotan tajam publik.
Pasalnya, pekerjaan yang menelan anggaran Rp150 juta dari APBD 2025 itu diduga kuat dikerjakan asal jadi tanpa memperhatikan mutu dan standar teknis.
Proyek tersebut diketahui merupakan program pokok pikiran (Pokir) milik salah satu anggota DPRD Sumenep dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Pekerjaan dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) “Budi Pekerti” di bawah pengawasan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Sumenep.
Namun, baru beberapa bulan setelah selesai, kondisi jalan sudah tampak rusak parah.
Berdasarkan pantauan di lapangan, permukaan rabat beton terlihat gembur, mengelupas, dan tidak lagi padat.
Kondisi tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa pelaksanaan proyek tidak sesuai spesifikasi teknis.
Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kerja Disnaker Sumenep, Eko Kurnia Mediantoro, mengakui bahwa proyek tersebut memang bersumber dari Pokir salah satu anggota DPRD.
Akan tetapi, ia enggan mengungkap identitas lengkap legislator maupun asal partainya.
Sementara itu, informasi yang beredar menyebutkan bahwa inisial MW diduga sebagai pemilik Pokir dari partai besar di Dapil 1 Sumenep.
Menanggapi kondisi tersebut, aktivis YLBH Madura, Dayat Mahjong, menilai lemahnya pengawasan dari instansi teknis dan kurangnya tanggung jawab moral dari anggota dewan menjadi akar persoalan proyek semacam ini.
“Anggota dewan seharusnya memberi contoh dengan menghadirkan program yang benar-benar bermanfaat. Kalau proyek miliknya sendiri justru dikerjakan asal-asalan, di mana tanggung jawab moralnya? Pemerintah jangan tebang pilih, harus ada tindakan tegas,” ujarnya. Jumat (10/10/2025).
Selain itu, Dayat juga menegaskan bahwa perbaikan tambal sulam bukan solusi.
“Kerusakannya sudah parah. Harus dibongkar dan dibangun ulang sesuai standar teknis. Kalau tidak, uang rakyat benar-benar terbuang sia-sia,” tegasnya.
Ia menambahkan, kasus proyek rabat beton Pamolokan menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah agar lebih tegas dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek berbasis Pokir.
“Ini bukan sekadar proyek kecil, tapi simbol bagaimana integritas pejabat diuji. Jangan sampai APBD hanya jadi lahan bancakan politik,” pungkasnya. (*Tiem)